Jumat, 08 Januari 2010

Membaca merupakan suatu perintah dari YME dan Fitrah manusia (dimensi religion/spiritual)

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Mulia. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS al-‘Alaq [96]: 1-5)


Dalam agama islam, ayat yang pertama turun adalah surat al-‘Alaq ayat 1-5, sekarang kita teliti lebih detail, kata yang pertama dari ayat tersebut adalah “bacalah” bukan sholatlah, puasalah, atau takbirlah. kata iqra di surat al-‘Alaq [96], berasal dari akar kata qara’a, yang dimaknai sebagai kegiatan menghimpun, menyampaikan, menelaah, meneliti, mendalami, mengetahui ciri sesuatu dan membaca (Membumikan al-Qur’an, 2002).


Saya pribadi memiliki pemahaman sebagai berikut , bahwa kata “Bacalah” merupakan sebuah “klue/kata kunci” pertama yang diberikan kepada manusia. Kata “bacalah” memiliki partikel “-lah” yang secara gramatikal memiliki makna seruan atau dengan kata lain suatu perintah “bukan lagi saran”. Kata “bacalah” ini diulang dua kali pada ayat ke tiga setelah ayat kedua yang menerangkan bahwa manusia itu diciptakan hanya dari sesuatu yang tidak seberapa. Disini dapat dipahami bahwa sesungguhnya manusia itu awalnya bersifat “tidak mengetahui apapun” (bukan tidak bisa/tidak mampu apapun), maka turunlah perintah untuk membaca agar manusia tahu apa yang tidak diketahuinya. ayat selanjutnya yakni ayat ke empat, “kalam” pada ayat ini ditafsirkan sebagai “tulis dan baca”, disini dapat dipahami bahwa “tulis dan baca” dijadikan sebagai suatu media atau cara untuk mengajarkan sesuatu. Pada ayat ini tersirat kata “manusia”, dapat dipahami obyek pada ayat ini adalah “manusia” bukan lagi “orang islam/orang yang beriman”. ayat berikutnya menjelaskan “apa yang akan diajarkan” yaitu “yang tidak diketahui manusia”. Singkatnya Yang Maha Mulia mengajarkan apa yang tidak diketahui oleh manusia dengan maksud menjadikan manusia menjadi makhluk yang mulia, dan kuncinya adalah dengan “tulis dan baca”.


Sekarang mari ke lingkup yang lebih luas untuk mengenal essensi dari kegiatan membaca. Ayat-ayat pada Al-Quran sangatlah bervariasi, ada yang menggunakan perumpamaan, ada yang bersifat deskriptif/explanatori/recount, ada yang bersifat bertanya, ada yang bersifat memerintah, dan lain sebagainya tidak monoton menggunakan satu jenis struktur. Ayat-ayat yang bervariasi ini mengajak pembacanya untuk berfikir, tidak hanya sekedar membaca, tetapi ada nilai yang mencoba untuk berinteraksi/berkomunikasi dengan naluri dan mungkin melatih logika pembacanya. Dengan begitu pembaca benar-benar mampu menangkap, memahami, mengerti, dan menghayati arti setiap kata yang terangkai secara terpadu dalam ayat-ayat tersebut. Menurut saya, Inilah essensi dari kegiatan membaca yang sebenarnya, yang diajarkan secara tersirat oleh Yang Maha Esa.


Untuk mendukung argumen saya tersebut, berikut saya cantumkan prinsip-prinsip komunikasi dalam islam yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Quran (Akhmad Farhan) :

1. Qaulan Balighan yaitu komunikasi yang disampaikan kepada mereka sampai jiwa mereka bergetar sehingga bisa berpengaruh terhadap perubahan afeksi pada pribadi yang diajak bicara.

2. Qaulan Maisuran yaitu bahasa yang disampaikan menggembirakan mereka memberikan harapan bagi kemajuan dan perbaikan.

3. Qaulan Layinan yaitu bahasa yang disampaikan secara lemah lembut. Biasanya ditujukan bagi orang-orang yang kasar dan pemarah atau raja yang keras hati seperti Fir’aun. Mereka yang tidak mudah menerima kebenaran.

4. Qaulan Kariman yaitu perkataan yang disampaikan penuh rasa kasih sayang serta tidak kasar seperti yang digunakan oleh seorang anak saleh kepada kedua orang tuanya.

5. Qaulan Sadida yaitu kalimat-kalimat yang ”meruntuhkan kemudian membangunnya kembali”. Artinya jika seorang pemimpin berhadapan dengan bawahan yang melakukan kesalahan maka dia wajib meluruskan dan memberikan saran untuk memperbaiki kesalahan tersebut melalui petunjuk-petunjuk yang benar.

6. Qaula Sodikon yaitu berbicara secara jujur apa adanya, yang hitam katakan hitam bukan abu-abu.


Sekarang kita melihat sedikit saja (karena pengetahuan saya minim akan hal ini) dari Bible placed by Gideons, Bible ini ditulis dalam lebih dari 1100 bahasa, berikut 26 bahasa yang populer digunakan Bible tersebut : Afrikaans, Arabic, Chinese, Danish, Dutch, English, Finnish, French, German, Greek, Hebrew, Hindi, Icelandick, Italian, Japanese, Korean, Malay, Norwegian, Polish, Portuguese, Russian, Sinhalese, Spanish, Swedish, Tamil, Vietnamese. Dalam Bible ini terdapat bagian yang disebut sebagai Book of Moses yang terdiri dari Genesis, Exodus, Levitikus, dan Beberapa General Epistle : James, Peter, John, Jude serta The Revelation. Setiap bagian diatas terdiri dari beberapa Chapture dan setiap chapture rata-rata terdiri dari belasan sampai tigapuluhan poin, dimana poin-poin tersebut banyak juga yang menggunakan struktur bersifat deskriptif atau recount yang memancing pembacanya untuk berfikir dan memainkan logikanya.


Ditemui juga struktur yang bersifat perintah pada Kitab Taurat Musa yaitu pada kitab Ulangan 5:7-21 (dalam alkitab disebut the ten commandments atau sepuluh perintah Allah), pada Markus 6:2 , Yakobus 2:14 didapati struktur yang bersifat bertanya. Saya kira begitu halnya kitab pada hindu dan budha pasti juga terdapat struktur yang bersifat perumpamaan dan deskriptif. Sekali lagi ini membuktikan bahwa essensi dari kegiatan membaca yakni mengajak pembaca untuk berfikir.


Membaca merupakan fitrah manusia, manusia adalah makhluk yang memiliki dua sisi, jasmani dan rokhani (jiwa,akal/pikiran,naluri/perasaan). Karena manusia memiliki sisi rohani ini, diakui atau tidak satu dari sekian banyak sifat manusia adalah rasa keingin tahuan yang besar akan sesuatu hal. Oleh sebab itu manusia selalu berusaha mencari tahu, salah satu solusinya adalah membaca. Menurut saya pribadi, secara kasat mata satu-satunya makhluk di bumi ini yang bisa membaca adalah manusia. Maka dapat dipahami bahwa kegiatan ini merupakan fungsi tertinggi dari otak manusia.


Sekarang coba kita generalisir dari ketiga dimensi di atas.

Karena manusia pada dasarnya tidak mengetahui apa-apa maka manusia diperintahkan untuk membaca. selama membaca manusia diajak untuk berfikir,memusatkan pada pengertian yang abstrak, mengongkritkan pengertian dan stimulus dari panca indra, untuk memahami, mengerti, dan menghayati. Oleh karena itu, manusia dibekali otak dengan design,fungsi, dan kinerja yang luarbiasa untuk mengimbangi konsep integralistik berfikir ini. Konsep integralistik berfikir ini dikendalikan oleh akal dan pikiran manusia secara berkesinambungan tidak akan pernah lelah karena sudah merupakan fitrah manusia.

Kemudian pengetahuan yang didapat dari berfikir dalam kegiatan membaca tadi diinternalisasi dalam diri untuk diterapkan dalam rangka mewujudkan diri yang memiliki nilai yang tinggi. Baik secara vertical (pemberian makna dan pelaksanaan ibadah sesuai yang diajarkan oleh Yang Maha Esa) maupun secara horisontal (based on peradaban : manusia yang beradab, based on perilaku : manusia yang berperikemanusiaan&berakhlakul karimah, based on nasional : manusia yang bisa menempatkan diri dalam konteks nasionalis, dll). Jika setiap individu seperti ini keadaannya, maka semakin dekatlah suatu kondisi yang disebut sebagai masyarakat yang madani. Dimana keadaan yang kondusif ini sangat diperlukan dalam segala hal aspek kehidupan manusia.

1 komentar:

  1. aslm..
    saya Afa, mahasiswa sejarah UPI bandung. lagi bikin buku judulnya '3 pilar kehidupan mahasiswa'. boleh nggak saya ngutip tulisan mbak tentang membaca ini?
    mksh

    nice script :)

    BalasHapus