Jumat, 08 Januari 2010

Bagaimana membaca bisa meningkatkan integralistik berfikir (dimensi Psikologis/emosional)

Jujur saya mengalami kesulitan untuk memulai menguraikan ‘membaca’ dari segi psikologi. Menurut saya pribadi, psikologi merupakan suatu sisi dari manusia yang sulit didefinisikan. Atas saran teman saya di Facebook dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dan gambar-gambar, maka saya memulainya dengan mendeskripsikan apa yang saya rasakan ketika membaca, jika nanti dalam penjelasan saya tidak dapat dilakukan generalisir harap maklum karena saya sangat minim akan pengetahuan Psikologi dan emosional. Jika berkenan silahkan tinggalkan komentar atau bahkan melengkapinya.

Ketika saya membaca buku karya Andrea Hirata, Habiburrahman El Shirazy, JK Rowling, Stephanie meyer, dan pengarang novel lainnya, saya mendapatkan suasana ketenangan di dalam diri saya sendiri. Mungkin ada keributan dan kekacauan di luar, tapi di dalam hati, saya tetap tenang menikmati dan mengikuti setiap alur cerita yang disuguhkan dibuku itu. Ketika saya membaca buku karya Bambang Hariyanto, Andrew S. Tanenbaum, Howard Anton,dan penulis buku science yang lainnya, saya mendapatkan suatu teknik pemikiran yang bersifat gradual, mempelajari sesuatu dari yang sederhana menuju yang lebih komlpeks, sedikit demi sedikit tapi pasti . Ketika saya membaca buku karya Ary Ginanjar Agustian, Harun Yahya dan buku-buku lainnya yang secara implisit menyatakan sebagai buku motifasi, saya merasakan ada sesuatu hal yang berusaha mengajak dan mendorong saya untuk lebih memperbaiki diri lagi dan lagi.

Ketika saya membaca karangan yang berbentuk novel dan buku-buku motifasi diri, saya rasa ada sesuatu hal yang bisa mengajarkan kepada saya tentang diri saya sendiri. Beberapa novel menyuguhkan karakter-karakter yang bersifat kuat dan disuguhkan seobyektif mungkin. Jika saya bawa dalam kehidupan nyata tak jarang saya menemui berbagai sosok yang tidak jernih, maksudnya sangat dipengaruhi oleh subyektifitas saya pribadi. Sekarang saya bandingkan ketika saya membaca berbagai media massa, apa yang saya dapat? Yang saya dapat adalah berbagai macam pertanyaan, baik pertanyaan itu bersifat science, wawasan, atau bahkan pertanyaan-pertanyaan yang menguji kearifan dalam menilai sesuatu hal, itu berarti bagi saya membaca merupakan suatu aktifitas yang membelajari saya untuk menuju ke gerbang kearifan, menjauhkan saya dari kesempitan wawasan, suatu media untuk melatih mendapatkan kepercayaan diri yang diusahakan untuk dipadukan dengan kerendahan hati.

Buku baru yang terakhir kali saya baca adalah Atlantis, The Lost Continent Finally Found, karya prof. Arysio santos yang terbit november 2009 lalu, setelah menghabiskan 30 tahun usianya untuk meneliti hal ini. Atlantis memiliki pengertian sebuah tempat dimana peradaban berkembang pesat dan memiliki banyak anugrah alam, disebut juga sebagai pulau putih atau ada yang mengartikan sebagai surga sebelum jaman es. Paparan sunda adalah benua yang hilang, satu satunya tempat yang berada di luar aturan geologis, atlantis yang benar, arketipe dari semua atlantis lainnya adalah indonesia. indonesia diklaim sebagai tempat kediaman asli bangsa Dravida.

Ketika membaca buku ini saya merasakan kebebasan dalam pikiran saya. Memang saat itu saya berada di lantai dua Gramedia Matraman tapi Saya bisa pergi jauh kebelakang/masa lampau tanpa dibatasi waktu, saya bisa pergi jauh ke lemuria heckel(jembatan tak nyata madagaskar-indonesia sebelum jaman es) tanpa dibatasi tempat. Berkelana ke semua peradaban, mengunjungi rekaan alam yang imajinatif, bersua dengan tokoh-tokoh yang memiliki sumbangsih yang besar dalam peradaban manusia, pokoknya tanpa batas dan syarat.

Tapi yang paling menarik ketika saya membaca buku ini adalah berbagai pengetahuan antara lain geologis, tata bahasa, ideologi, agama, budaya dan mungkin masih banyak pengetahuan yang saya tidak memahaminya, diperlukan untuk memahami totally buku ini. Jelas ini merupakan salah satu bukti dari integralistik berfikir. Dari sekian halaman yang paling saya ingat adalah paragraf ke tiga pada halaman 152( lupa 152 apa 162) karena pada bagian ini saya termasuk komunitas yang tidak setuju dengan apa yang diutarakan penulis, dengan catatan jika memang apa yang saya pahami selaras dengan maksud penulis. serta penjelasan yang lebih bersifat klaim terhadap asal usul kata lambang Garuda, pada halaman penjelasan akhir buku (kira-kira halaman 620 an). Satu hal yang tertulis jelas di buku ini adalah bahwa penulis meyakini bukan hanya peradaban yang belum tergali melainkan hal-hal yang bersifat materialistikpun kemungkinan besar diyakini masih ada. Hal ini membuktikan bahwa membaca menstimulasi emosi saya.

Pengalaman saya, membaca bisa menjernihkan pemikiran yang berkabut implikasi dari situasi yang ada. Saya terus mencarinya di dalam kitab suci saya (dalam agama saya) serta beberapa hadist yang saya anggap sahih, karena saya merasa kurang bisa benar-benar memahami artinya maka saya bertanya kepada beberapa pihak yang saya anggap bisa membantu saya. Dan pihak terakhir yang saya tanyai adalah teman saya yang saya anggap memiliki wawasan yang cukup dari segi Psikologi dan emosi, dia meyakinkan saya akan suatu hal yakni tidak ada keputusan yang salah, hal terburuk setelah keputusan diambil adalah tidak konsisten dalam keputusan tersebut. Contoh ini benar-benar menjelaskan bahwa membaca bukan hanya sekedar melewatkan kata-kata dalam memori tetapi ada proses berfikir dan penekanannya adalah pemahaman terhadap apa yang dibaca.

Meminjam kata dari Nurhayati “Bacaan yang baik akan membuat pembacanya menjadi kritis, tergugah empatinya, dan terinspirasi melakukan suatu tindakan yang diperoleh dari bacaan tersebut.”. untuk memperkuat argumen saya mengenai pentingnya membaca, saya mengadopsi dua dari empat konsep berfikirnya bapak Akhmad Farhan mengenai menulis yang sudah saya transformasi ke membaca, yakni :

1. Saya membaca maka saya ada. Seorang filosof yang mengembangkan paham eksistensialisme yaitu Nietsche mengatakan bahwa saya berfikir maka saya ada.

2. Saya membaca maka saya belajar. Dengan membaca maka saya mencoba membuka pikiran, hati dan logika saya sebagai bekal untuk mempertajam wawasan. Karena menurut saya masalah wawasan bukanlah hal sepele yang terkadang bisa membengkokan arah dari tujuan semula.

Sedangkan membaca menurut pemahaman Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) bahwa bangsa yang unggul adalah bangsa yang memiliki fondasi kokoh yang dicerminkan dengan tingginya minat baca masyarakatnya.

Berikut saya tuliskan manfaat membaca dari Dr. Aidh Al Qarni dalam bukunya ”Laa Tahzan” (Jangan bersedih) menulis 10 manfaat membaca :

1. Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan

2. Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja

3. Dengan sering membaca, seseorang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata

4. Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir

5. Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dalam pemahaman

6. Dengan sering membaca seseorang dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang lain, seperti mencontoh kearifan orang bijaksana dan kecerdasan para sarjana

7. Dengan sering membaca, seseorang dapat mengembangkan kemampuannya, baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya di dalam hidup

8. Keyakinan seseorang akan bertambah ketika dia membaca buku-buku yang bermanfaat

9. Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia,. Dengan sering membaca, seseorang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai model kalimat

10. Lebih lanjut lagi, ia bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis di antara baris demi baris (memahami apa yang tersirat).

Sekarang coba kita hubungkan antara dimensi biologis dengan dimensi psikologis/emosi.

OLS adalah keadaan konsentrasi total yang menyerap secara mutlak perasaan, sehingga anda berada dalam kekuasaan saat itu, dan memperlihatkan kinerja puncak dari kemampuan anda. OLS ini berada pada gelombang tetha. Dapat dipahami bahwa dengan membaca hal-hal yang dapat membawa suasana ketentraman batin, yang bisa mengusir stress, atau sejenisnya bisa membantu dalam pertumbuhan IQ.

Dari uraian yang dipaparkan admin diatas, maka dapat dipahami bahwa membaca merupakan suatu kebiasaan yang harus terus dilatih dan diinternalisasi dalam diri. Karena kebiasaan yang mengkoordinasikan beberapa indra ini melatih kecerdasan kita dalam kaitannya dengan penempatan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas serta menuntun kita untuk bisa berfikir secara integralistik dalam memahami suatu kondisi.

1 komentar:

  1. ak baru baca artikel sebagus ini. membaca = pintar. membaca + berfikir = cerdas.
    salam kenal. :)

    BalasHapus